Wednesday, November 16, 2011

KEMATIAN SEMU SAMBA


Ketika Neymar Da Silva mencetak gol kegawang Penarol, Rabu (22/6) lalu di Estadio Pacaembu, Sao Paulo, untuk mengawali kemenangan Santos di final Copa Libertadores musim ini, ada perasaan yang sifatnya melegakan masyarakat Brasil.
Akhirnya ada yang dibanggakan pasca kegagalan Selecao di Piala Dunia 2010. Sehingga, walaupun Internacional tahun lalu usai Copa Mundial juga memenangi Copa Libertadores, euforia kemenangan tidak dirasakan seperti saat Santos menggenggam piala supremasi antara klub Amerika Latin ini untuk pertama kalinya sejak era Pele tahun 1963.

Ya, era Pele itulah yang selalu jadi patokan masyarakat samba dalam menilai sukses sepakbola mereka. Neymar dalam usianya yang baru 19 tahun, serta gelandang serang Santos, Paulo Henrique Ganso yang menginjak usia 22 tahun dianggap mewakili generasi baru Selecao untuk mengangkat kembali elan sepakbola Samba.

Setelah bencana Afrika Selatan 2010, public menganggapnya sebagai kematian semu Samba. Delapan bulan usai Piala Dunia, pahlawan Copa Mundial Selecao terakhir yang sukses di Korea- Jepang 2002, Ronaldo Luis Nazario de Lima mengumumkan pengunduran dirinya dari panggung sepakbola. Tak lama lagi pahlawan Selecao saat merebut penta campeao – juara dunia lima kali – lainnya, Rivaldo akan mengumumkan hal serupa. Ronaldinho – pelengkap trio 3 R – dalam usianya yang baru 31 tahun sudah kembali ke liga domestik bersama Flamengo dan tampaknya tidak akan dipanggil kembali ke tim nasional.

Bahkan Ricardo Kaka, contoh disiplin yang jarang dimiliki oleh para personel Selecao, seperti kehilangan sentuhan dalam dua musim bersama Real Madrid. Jauh dari kehebatannya saat jadi pemain terbaik dunia versi FIFA 2007.

Deretan daftar pemain terbaik dunia inilah yang tidak dimiliki oleh pasukan Samba sejak 2007. Bahkan PD tahun lalu hanya memperkenalkan Luis Fabiano di lini depan Selecao. Bukan nama mentereng seperti halnya Pele, Vava, Tostao, Careca, Muller, Romario, Bebeto, Ronaldo, Ronaldinho dan Rovaldo dimasa jayanya mereka dulu.



Pemain Belakang Terbaik



Ironis melihat kebesaran Selecao lewat serentetan gelar pemain terbaik dunia kini tidak terlihat lagi. Romario merebutnya tahun 1994, Ronaldo merebutnya tahun 1996. 1997 dan 2002. Rivaldo mendapat giliran pada 1999, Ronaldinho ditahun 2004 dan 2005, sertan Kaka ditahun 2007. Kuintet ini menggambarkan kehebatan daya serang Selecao.

Sekarang pemain terbaik yang dimiliki oleh Selecao justru datang dari lini belakang. Julio Cesar menjadi guardalben dibawah mistar yang tak tergoyahkan. Dani Alves menggeser posisi Maicon dengan sukses mempertahankan gelar La Liga dan merebut Liga Champion bersama Barcelona. Thiago Silva di posisi centre back adalah salah satu kunci keberhasilan AC Milan merebut scudetto pertama mereka dalam rentang delapan musim.

Pasangannya di tengah pertahanan Selecao, David Luiz sejak direkrut oleh Chelsea dari Benfica dengan banderol sebesar 25 juta Euro menunjukkan permainan yang menonjol. Juga bak kiri Marcelo dengan kemajuan terbaik sepanjang musim di Real Madrid sejak ditangani Jose Mourinho.

Pasangan gelandang bertahan milik Selecao saat ini juga tidak kalah baiknya. Lucas Leiva dalam musim terbaiknya bersama The Reds. Terutama sejak ditangani Kenny Dalglish. Dan yang paling menonjol adalah peran Ramires. The Blue Kenyan, julukannya di Cruzeiro akibat kehebatan daya juangnya yang mirip pelari Kenya adalah penemuan terbaik mantan pelatih Selecao di Piala Dunia 2010, Dunga.

Absennya Ramires diperempat final piala dunia saat melawan Belanda dianggap sebagai sebab utama kegagalan Brasil. Perannya akan sangat sentral di Copa America dan juga dalam usaha merebut kembali piala dunia dikandang sendiri tiga tahun mendatang.

Usaha merebut piala dunia ditangan Mano Menezes inilah yang diragukan oleh masyarakat juara dunia lima kali ini. Formasi 4-2-3-1 milik mantan pelatih Corinthians ini dianggap hanya solid di belakang plus dua gelandang bertahan.

Jika La Furia Roja merebut Euro 2008 dan Piala Dunia 2010 dengan permainan indah ala tiki-taka, tentunya Jogo Bonito yang diharapkan masyarakat Brazil untuk membantah anggapan bahwa sepakbola samba tengah mengalami kematian semu.



G A Z

Tabloid BOLA, Edisi Senin, 27 Juni 2011

1 komentar:

vikry aghnas said...

keren gan , follow http://vikryvik.blogspot.com

Post a Comment